Bagi sebagian orang rahmat adalah seorang anak lulusan
pesantren gontor yang baik hati dan tidak sombong. Tapi bukan rahmat
berperawakan tinggi dan hidung mancung itu yang mau gua bicarain kali ini. Meskipun
secara jujur sebiji makhluk bernama rahmat itu adalah bagian dari inspirasi
tulisan ini.
Lantas rahmat manakah yang mau gua bahas? Yakni rahmat dalam
arti sesungguhnya. Rahmat adalah kebaikan yang kita terima tanpa kualifikasi
dan tanpa syarat. Artinya, rahmat tidak dikaitkan dengan prestasi, merit atau
kebaikan kita (sinamo jansen : 8 etos kerja profesional).
Berbicara tentang rahmat (semoga lidah rahmat tidak
tergigit), pastinya gua, emak gua, bapak gua, kakek, nenek, kakak, adik, si
kampret, dan semua yang bernapas pasti pernah merasakannya. Namun sayangnya
banyak yang tidak mensyukurinya bahkan yang lebih parah lagi tidak menyadari keberadaan
dari rahmat itu sendiri
.
Manusia yang katanya modern saat ini justru lebih banyak
mengucap keluhan. Status yang di awali dan diakhiri dengan kata “Hufffttvv”
seakan harus ada disetiap harinya. Padahal itu sama artinya dengan tidak
menghargai Tuhan sebagai sang Maha Pemberi Rahmat.
Katakanlah kita bicara tentang sebiji Rahmat yang bernama
OKSIGEN. Yah memang sudah banyak yang menjadikan oksigen sebagai analogi rahmat
yang paling erat dengan kehidupan manusia. Yang jikalau di hitung-hitung apabila
1 tabung oksigen yang andaikata seharga Rp. 600 ribu / tabung dan hanya bisa
digunakan untuk 2 hari, maka kurang lebih inilah pengeluaran biaya oksigen
dalam 1 bulan 15 x Rp. 600 ribu = Rp. 9 Juta.
Untung saja Tuhan tidak komersil. Dengan pengeluaran Rp. 9
juta hanya untung tabung maka matilah semua PNS. Tetapi lagi-lagi entah dengan
pola pikir segila apa, manusia tetap saja mengeluh akan hidupnya.
Untuk kasus rahmat ini, apa yang harus kita lakukan adalah
mensyukurinya, mengenalinya, mengelolanya, dan setia padanya. Caranya? Dengan lebih
peka terhadap fenomena rahmat biarkan hati dan pikiran kita terbuka, jangan Cuma
mengandalkan mata telanjang apalagi mata keranjang.
Sedikit contoh kasus yang mungkin sedang gaul-gaulnya
terjadi saat ini yaitu Pemadaman Listrik. Pastinya banyak yang mengeluh dengan
keadaan ini. Ada yang memaki, ada yang menangis, ada yang memaki sambil
menangis hanya karena listrik padam.
Padahal coba
perhatikan jika dalam 1 rumah terjadi pemadaman listrik. Bukankah semua anggota
keluarga jadi bisa berkumpul dan bercakap-cakap penuh kehangatan dikarenakan
tidak ada listrik yang membuat seakan setiap anggota keluarga hidup
masing-masing. Untuk sebuah perusahaan atau tempat usaha lainnya paling tidak
kerugian akan pemadaman listrik menjadi teguran bagi pelaku usaha karena
mungkin tidak pernah menyumbangkan hasil usahanya kepada orang lain.
Itu baru sekedar sebiji rahmat yang tidak kita syukuri. Sudahlah
kalian yang tidak mengenal rahmat pasti akan membantah kata-kata gua barusan
dengan segala kenyataan hidup yang pahitlah, kekurangan aer buat ceboklah, gak
bisa kalo gak mandi sebelum kekampuslah dan keluhan-keluhan lain yang mungkin. Ayolah nikmat Tuhan mana lagi yang mau kalian dustakan?
Intinya dalam tulisan ini gua Cuma mau bilang kenalilah
rahmat, akrablah dengannya, dan jadilah pribadi legowo yang mampu tertawa
terbahak-bahak bahkan ketika negara api menyerang.
Dan khusus untuk rahmat yang hidung mancung, baik hati dan
tidak sombong, ketahuilah namamu adalah inspirasi. Semoga kita semua bisa
menjadi Insan Rahmatan yang mampu menjadi rahmat bagi semuanya.
Jaa Nee~
0 komentar