Fokus pembahasan kali ini adalah tentang bagaimana kita
mendidik diri kita sendiri atau bahasa kerennya self education. nah sebelum kita
mentarbiyah atau mendidik diri sendiri, tentunya kita harus tahu siapakah diri
kita? Berikut ulasannya
1.
Who am I?
Ada
sebuah ungkapan yang berbunyi “ barangsiapa yang mengenal dirinya , maka dia
akan mengenal Tuhannya” . kita tahu bahwa Allah SWT. Tidak bisa kita lihat
secara langsung. Itu dikarenakan pancaindera manusia memiliki keterbatasan
dalam menginterpretasi Dzat Allah SWT. Jadi untuk bisa mengenal Allah lebih
jauh, tentunya harus kita awali dengan mengenal diri kita terlebih dahulu.
Untuk
mengenal siapa kita, ada beberapa pertanyaan yang bisa kita tanyakan kepada
diri kita untuk membantu mengenal diri kita.
Pertama,
dari manakah kita?
Bagaimana
mungkin kita bisa tahu siapa kita jika kita tidak tahu dari mana kita berasal. Ia
kita memang dilahirkan dari ibu kita atas jasa ayah kita juga tentunya. Tapi
siapakah yang menciptakan kita? Dalam Al-Qur’an Surah Al-mu’minun ayat 12-16,
telah dijelaskan bahwa Allah SWT. Meciptakan kita dari saripatih yang berasal
dari tanah (lebih jelasnya silahkan lihat terjemahan Surah Al-mu’minun ayat
12-16). Al-Quran sebagai the real manual book, atau buku panduan sejati manusia
telah menjelaskan bahwa Allah SWT.-lah yang menciptakan kita.
Kedua,
mau kemanakah kita?
Setelah
kita tahu siapa yang menciptakan kita, maka pertanyaan selanjutnya mau
kemanakah kita?. Coba kita bayangkan ketika kita menaiki sebuah taksi, tapi
kita tidak tahu mau kemana. Dan ketika pak supir bertanya “mau kemana mas?”
kita menjawab “terserah bapak deh”. Kira-kira kemanakah taksi itu akan pergi
membawa kita?. Sebagai manusia kita harusnya memiliki tujuan dalam hidup. Jangan
sampai semasa hidup kita tak tau mau kemana. Padahal dalam Al-Quran surah
Al-Baqarah ayat 156 disebutkan sesungguhnya kami milik Allah dan Kepada-Nya-lah
kami kembali.
Ketiga,
mau buat apa?
Lantas
ketika tahu siapa pencipta kita, kemana tujuan kita, pertanyaan selanjutnya
adalah apa yang harus kita lakukan di dunia ini?. Ingatlah bahwa, dunia
bukanlah tujuan namun hanyalah tempat persinggahan. Dalam Al-Quran pun
disebutkan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan yang namanya
kematian. Dan ketika kiamat nanti, kita akan dihidupkan kembali di Akhirat. Di
akhirat kelak kita akan hidup selamanya. Dalam Al-Quran surah Adz-Dzariyat ayat
56 Allah berfirman : “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku”. Itu artinya dunia ini bukanlah tempat untuk
bersenang-senang melainkan tempat untuk beribadah kepada Allah SWT. Kita juga
harus mempersiapkan bekal untuk akhirat nanti.
Keempat,
bagaimana paradigma terhadap dirimu?
Paradigma
adalah sudut pandang, acuan, atau keyakinan. Cara kita melihat diri kita akan
sangant menentukan kehidupan kita. Sebagai contoh, seseorang yang yakin bahwa
dirinya lemah dan bodoh, maka dia benar-benar akan menjadi orang yang lemah dan
bodoh dimanapun dia berada. Pada dasarnya paradigma sama seperti kacamata. Kalau
kita mengenakan kacamata yang keliru ukurannya, lensanya akan mempengaruhi
bagaimana kita melihat segalanya. Akibatnya, yang kita dapatkan adalah apa yang
kita lihat. Coba perhatikan paradagimamu terhadap dirmu, apakah ia
menghebatkanmu atau justru menghambatmu?
Kelima,
apa pusatmu?
Dalam
hidup, kita biasanya terpusat pada sesuatu. Mungkin kita terpusat pada teman,
barang, orang tua, pacar, atau pusat-pusat yang lain bisa jadi itu hobi, atau artis
favorit. Pusat yang dimaksdkan disni adalah, bagaimana hal itu sangat
berpengaruh terhadap apa yang kita kerjakan, yang kita inginkan, bahakn apa
yang kita putuskan. kalau kita begitu tergantung pada pusat-pusat yang
disebutkan diatas, lantas bagaimanakah kita ketika pusat itu sudah tidak ada
atau hilang?. Tentunya kita harus berpusat pada sesuatu yang abadi, yang tak
pernah mati, tak pernah ingkar janji, yang selalu menemani. Kepada Allah-lah
seharusnya kita berpusat. Untuk mewujudkan hal ini, kita bisa menjadikan Asmaul
Husna sebagai alat navigasi.
2.
HTTYS (How To Train Your Self)
ketika kita mengetahui siapa diri kita, sekarang adalah
saatnya kita melatih diri kita. Ada dua hal yang harus kita lakukan
pertama, take your remote control
setiap manusia sebetulnya lahir bersama remote controlnya
masing-masing. Namun seiring berjalannya waktu, tanpa disadari remote control
itu telah jatuh ditangan orang lain. Jadi ketika orang lain ingin kita marah,
maka dia tinggal klik tombol marah di chanel emosi kita. Untuk itu kita harus
mengambil kembali remote control itu, bertanggungjawablah terhadap dirimu
sendiri. kita bisa berubah jika kita mau, kita bisa berhasil jika kita
berusaha.
Kedua, tingkatkan RBP
Apa itu RBP? RBP adalah singkatan dari rekening bank
pribadi. Sesungguhnya amalan yang kita lakukan akan tercatat dalam RBP. Jadi
analoginya ketika kita berbuat keburukan maka kita sedang menarik simpanan di
RBP kita, sementara kalau kita berbuat kebaikan maka kita sementara menambah
saldo RBP kita. Untuk meningkatkan RBP kita bisa melakukan amal saleh seperti
sholat, mengaji, baca buku, tepati janji, bersikap jujur , bersyukur. Selain itu
untuk mengoptimalkan rezeki , kita bisa melakukan amalan sunnah seperti sholat
duha, sholat tasbih, sholat tahajud, sedekah, mengikuti majelis ilmu.
3.
Asahlah gergajimu
Gergaji yang tumpul, akan membuatmu kesulitan untuk
menggergaji pohon. Abraham Lincoln pernah ditanya, “Apa yang akan bapak lakukan
kalau punya waktu 8 jam untuk menebang pohon?” jawabnya, Empat jam pertama akan
saya habiskan untuk mengasah gergajinya. Diri kita ibaratkan sebuah gergaji,
dan pohon itu adalah masalah-masalah yang kita hadapi dalam hidup ini. Kalau
waktu kita banyak terbuang untuk menyelesaikan masalah atapun masalah yang kita
hadapi tak kunjung selesai, itu artinya gergajimu sudah tumpul. Waktunya mengasah
gergajimu.
Ibarat sebuah mobil, kita memiliki 4 buah bola yang apabila
salah satunya bermasalah, maka mobil itu tidak akan bisa berjalan dengan baik.
4 bola yang dimaksdkan dalam diri manusia adalah..
-
Dimensi fisik (tubuh) : olahraga, makan yang
sehat, tidur yang cukup, rileks
-
Dimensi mental (otak) : Baca, mendidik, menulis,
belajar keterampilan baru
-
Dimensi emosional (hati) : membangun hubungan,
memberikan pelayanan, tertawa
-
Dimensi Rohaniah (jiwa) : merenung, menulis
jurnal, berdoa, ikut majelis ilmu.
Keempat
dimensi ini haruslah diseimbangkan. Mengapa keseimbangan itu sangat penting? Karena
bagaimana prestasi disalah satu dimensi akan mempengaruhi ketiga dimensi yang
lainnya. Renungkanlah. Sungguh sulit untuk bersikap ramah (hati) kalau kamu
kelelahan (tubuh). Begitu juga sebaliknya. Kalau kamu merasa termotivasi dan
bersemangat (jiwa), lebih mudah memfokuskan pada studimu (otak) dan lebih ramah
(hati).
Kesimpulan
Kita
berasal dari Allah, kembali kepada Allah, dan diciptakan untuk beribadah kepada
Allah. Jadi sudah sepatutnya kita senantiasa melatih dan memperbaharui diri
kita agar kita bisa mempertanggungjawabkan kehidupan kita dengan penuh suka cita
dihadapn-Nya kelak. Janganlah engkau bertanya engkau ingin jadi apa, tapi
tanyakannya Allah ingin engkau jadi apa. There is no be yourself, there just be
your God Will.
0 komentar